Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di Indonesia, yang direncanakan sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), berdampak pada beberapa kelompok, tergantung pada posisi mereka dalam rantai ekonomi. Berikut adalah pihak-pihak yang berpotensi dirugikan:
1. Konsumen Akhir
- Konsumen akhir adalah pihak yang paling langsung merasakan dampak kenaikan PPN, karena mereka harus membayar harga barang dan jasa yang lebih tinggi. Ini akan lebih terasa pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang alokasi pendapatannya lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pokok.
2. Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
- UKM yang berada di ambang batas pengenaan PPN (omzet Rp4,8 miliar per tahun) mungkin merasa terbebani karena biaya tambahan akibat pajak ini dapat membuat produk mereka menjadi kurang kompetitif, terutama jika bersaing dengan barang impor atau produsen besar.
3. Industri Padat Karya
- Industri yang memproduksi barang dengan margin rendah, seperti industri makanan, tekstil, dan elektronik, dapat tertekan karena kenaikan harga akibat PPN dapat mengurangi permintaan, sementara mereka harus tetap bersaing di pasar.
4. Pemerintah Daerah dengan Ketergantungan Konsumsi Lokal
- Kenaikan PPN dapat mengurangi daya beli masyarakat, yang pada akhirnya menekan sektor perdagangan dan jasa di daerah tertentu. Hal ini dapat berdampak pada penerimaan daerah dari pajak-pajak lain.
Pihak yang Tidak Terdampak Langsung
Namun, bagi perusahaan yang dapat mengalihkan beban pajak ke konsumen atau yang bergerak
di sektor barang/jasa yang tidak dikenai PPN (misalnya barang kebutuhan pokok tertentu), dampaknya relatif lebih kecil.Alternatif dan Solusi
Untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah dapat:
- Memberikan subsidi atau bantuan sosial untuk kelompok berpenghasilan rendah.
- Menetapkan daftar barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN.
- Mengurangi pajak penghasilan bagi pelaku UKM untuk menyeimbangkan beban pajak.
You must be logged in to post a comment.